Laman

Selasa, 21 September 2021

Implementasi Takwa dalam Kehidupan

Kata Takwa sudah tidak asing lagi bagi kaum muslimin. Terdengar di berbagai ceramah dan dakwah. Tertulis dan mudah ditemukan di berbagai ayat Al Quran. Makna secara umum juga gampang dihafal, yaitu menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala laraganNya. Khotib tiap hari jum'at tidak bosan-bosannya memberikan wasiat untuk selalu meningkatkan takwa, karena itu memang salah satu rukun khutbah. Tapi benarkah kita sebagai muslimin telah mengamalkan perintah takwa? meningkatkan ketakwaan? sudah terimplementasi/membumikah takwa ini kedalam kehidupan? Apakah justru kita menjadi pribadi yang malas-malasan menjalankah perintah Allah SWT dan penasaran ingin mencoba apa yang dilarang Allah? Naudzubillah. Atau jangan-jangan kebanyakan kaum muslimin belum begitu memahami apa itu sebenarnya makna takwa? 

Memahami arti takwa yang sebenarnya, tentunya harus berdasarkan pengertian dan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah S.W.T dalam Alquran. 

"Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu." (QS al-Hajj [22]: 37.

Daging/hewan kurban adalah aktivitas ibadahnya, seperti sholat dan juga sedekah. Yang diterima Allah adalah esensi dari ibadah yang dilakukan seperti niat, keihlasan serta kesadaran yang utuh wujud kepatuhan dan penghambaan kepada Allah. Jadi pelaksanaan ibadah bukan hanya sekedar gugur kewajiban, tapi merupakan implementasi dari sebenar-benarnya takwa dari ayat berikut.

"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim." (QS Ali Imran [3]: 102).

Pada ayat ini, Allah memerintah orang-orang yang beriman untuk bertakwa dengan sebenar-benar takwa. Kita lihat, orang yang beriman disuruh untuk bertakwa. Itu artinya, tidak semua orang beriman adalah orang bertakwa. Ini menunjukkan bahwa orang beriman boleh jadi ada yang bertakwa dan boleh jadi juga ada yang tidak bertakwa. Orang beriman belum tentu menjalankan/menjauhi segenap syariat dan larangannya. Bahkan, sangat mungkin orang beriman belum sepenuh hati secara khusuk mengingat dan menyadariNya dalam setiap kondisi dan situasi.

"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik." (QS Al Hadid[57]:16).

Selain sebagai ruh dari ibadah/amal sholihah/perbuatan baik, takwa juga bisa diartikan sebagai buah atau hasil dari ibadah. 

 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (QS Al-Baqarah ayat 183)

Keduanya dijelaskan dalam satu ayat mengenai kewajiban berpuasa tersebut. Alasannya karena beriman adalah input, berpuasa adalah proses dan bertaqwa adalah outputnya. Sebagai manusia kita harus beriman dalam menjalankan ibadah puasa, berpuasa di sini dianggap sebagai proses karena saat menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan, manusia akan cenderung mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan ibadah yang dianjurkan. Setelah itu barulah manusia akan mendapatkan ketaqwaan sebagai hasil akhir dari mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah.

Orang Jawa mempunyai prinsip 'eling lan waspodo' atau ingat dan waspada. Ini sangat dekat dengan pengertian takwa menurut sahabat Umar R.A. Sayyidina Umar menjelaskan bahwa orang yang bertakwa itu adalah orang yang berhati-hati layaknya pejalan kaki yang melintasi jalan penuh duri. Begitulah manusia yang memiliki ketakwaan. Sepantasnya mereka akan berhati-hati dalam menapaki kehidupan dalam situasi apa pun. Orang yang berhati-hati otomatis selalu ingat dan sadar akan berbagai bahaya/situasi dan berusaha untuk terhindar darinya.

Menjadi orang bertakwa hakikatnya menjadi orang yang amat berhati-hati. Ia tidak ingin kakinya menginjak duri-duri larangan Allah SWT. Ia rela mengerem lajunya, memangkas egonya, menajamkan pandangan, menelisik sekitar, dan mencari celah jalan selamat. Semua fungsi tubuh ia maksimalkan agar ia tak celaka. Agar sebiji duri pun tak melukai kemudian mengucurkan darah dari kakinya. Takwa hakikatnya hati-hati.

Takwa yang bukan sebatas slogan akan membekas dalam jiwa seseorang. Ia akan menjadi filter. Ia ada zat asing masuk ke dalam hati, takwa akan menyaringnya. Jika ia buruk, ia akan memerintahkan tubuh untuk menjauhinya. Takwa yang sebenarnya akan menjadi karakter.

“Hai orang orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah di perbuat untuk hari esuk, dan bertaqwalah kepada Allah,sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr (59) ayat :18). 

Takwa juga banyak yang mengartikan sebagai rasa takut. Kenapa takwa bisa kita maknai dengan kata 'takut'? Sebab Allah sendiri berfirman dalam surat Al-'imran 131: "Dan takutlah kalian dari siksa api neraka, yang disediakan bagi orang-orang kafir." Dari ayat ini kita bisa mengambil suatu kesimpulan bahwa ketakwaan seseorang bisa dibangun dari munculnya perasaan takut kepada Allah sehingga takut melakukan perbuatan-perbuatan tercela yang akan menjerumuskannya pada api neraka.

"Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar." (Al Mulk:12)

"Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS. An-Nur: 52).

Sebagai motivasi untuk lebih meningkatkan ketakwaan, mari simak ayat berikut:

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."

"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS At Talaq :2-3)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar